Teori
dan konsep dari Ilmu Administrasi Publik telah berkembang dari waktu ke
waktu sejalan dengan perkembangan peradaban dan sejarah umat manusia.
Perkembangannya dari Ilmu Filsafat yang objeknya tidak terbatas sampai
pada disiplin ilmu eksakta dan sosial yang mengkhususkan pada bidang
bahasan tertentu seja seperti Administrasi publik ini. Adapun
perkembangan Ilmu Administrasi Publik dapat disebut sebagai berikut :
1. Administrasi Ortodok
2. Administrasi Publik – Administrasi Negara Baru
3. New Public Management
5. Refounding Public administration
Paradigma
administrasi publik baru dengan tokoh-tokohnya Frank Marini dan George
H. Frederickson. Paradigma ini menganggap administrasi publik sebelumnya
kurang perhatian terhadap perubahan sosial dan kurang memperhatikan
tuntutan kebutuhan publik. Pada saat ini telah berkembang Administrasi
Publik yang menekankan pada pendekatan manajemen baru berorientasi pada
pencapaian tujuan (goal governance) untuk memecahkan masalah-masalah
publik dan populer dengan istilah Reinventing Government dan Good
Governance. Paradigma baru ini berusaha menghilangkan praktek birokrasi
yang terlalu hierarkis dan menyebabkan
biaya operasional tinggi (high cost economy).
Pada dasarnya masyarakat tidak terlalu peduli dengan more regulated atau less regulated, less governed atau more governed karena kepedulian utama mereka terletak pada terselesaikannya
beragam masalah yang mereka hadapi. Bagi administrasi publik, kondisi
ini merupakan tantangan besar yang harus dihadapi mengingat kebutuhan
masyarakat yang semakin kompleks sementara sumber daya dan kapasitas
birokrasi yang berkembang tidak sebanding dengan perkembangan kebutuhan
tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir ini, berkembang beragam
pendekatan dalam menghadapi tuntutan ini. Isu manajemen publik dan public governance (kepemerintahan publik)terus meluas dan menjadi perdebatan hangat.Tony Bovaird dan Elke Loffler dalam buku yang bertajuk Public Management and Governance ini
berupaya menguraikan perdebatan tersebut. Mereka menunjukkan adanya
perbedaan antara manajemen publik, administrasi publik, dan
kepemerintahan. Gambaran tentang administrasi publik dapat disimak dalam
kalimat berikut "Di
pertengahan abad kedua puluh, studi tentang kerja pegawai negeri dan
pejabat publik lainnya (termasuk antarmuka dengan para politisi yang
terlibat dalam pengaturan perundang-undangan dan kebijakan publik)
dengan demikian, tidak ada keraguan bahwa administrasi publik disulap
gambar birokrasi, seumur hidup mendapatkan pekerjaan, dan muddling
melalui perusahaan-kurangnya setelan jas gelap, wajah-wajah abu-abu, dan
hari pekerjaan membosankan. "
Selanjutnya
pada masa sesudahnya yang dimulai pada era 1980an, gambaran suram
administrasi publik ini berusaha ditepis dengan munculnya gerakan
manajemen publik. Bovaird "Frase baru mulai terdengar, dan bahkan dominasi dicapai dalam beberapa lingkaran-manajemen publik. Hal ini diartikan berbeda oleh pengarang yang berbeda, tapi itu hampir selalu ditandai oleh serangkaian yang berbeda simbol dari yang berkaitan dengan administrasi
publik. "bahwa
Selanjutnya ia berusaha memaknai manajemen publik sebagai suatu
pendekatan yang mempergunakan teknik-teknik manajerial (yang seringkali
berasal dari sector swasta) untuk meningkatkan nilai uang yang diperoleh
dari pelayanan publik. Beberapa isu yang berbeda dalam manajemen publik
dibandingkan dengan administrasi publik antara lain tentang budget management dan bukannya sekedar budget holding,
lalu berkembangnya budaya kontrak termasuk kontrak dengan sektor swasta
dalam penyediaan layanan publik, kemudian kontrak dalam hal kepegawaian
yang berlaku dalam periode tetap tertentu dan memungkinkan untuk tidak
diperbaharui, kewirausahaan dan pengambilan resiko, serta akuntabilitas
kinerja.
Dengan melihat hal ini Bovaird menyimpulkan kecenderungan ini dengan: "Perbedaan-perbedaan ini dapat (dan sering itu) berlebihan. Namun, tampak bahwa harapan banyak pemangku kepentingan dalam domain publik tidak mengubah - mereka mulai mengharapkan perilaku lebih sesuai dengan citra manajer umum dan kurang bahwa masyarakat administrator. " Perkembangan
manajemen publik dalam pelayanan publik menghadapi tantangan berat
terutama dalam memposisikan masyarakat sebagai pihak yang dilayani.
Dalam konsep manajemen publik, masyarakat dianggap sebagai klien,
pelanggan, atau sekedar pengguna layanan. Tentu hal ini merupakan cara
pandang yang dapat memunculkan masalah karena pada hakekatnya masyarat
tidak sekedar pengguna tapi justeru stakeholder utama layanan publik sebagai konsekuensi posisi masyarakat sebagai warga (citizen).
Warga dapat didefinisikan sebagai "Konsentrasi hak dan kewajiban dalam pribadi seorang individu, dalam suatu negara hukum, di bawah aturan hukum, dan di dalam hierarki peraturan perundang-undangan. " Sementara itu, sebagai perbandingan kita dapat melihat definisi klien yakni "konsentrasi kebutuhan dan kepuasan dari kebutuha seorang individu, dalam situasi pasar penawaran dan permintaan barang dan jasa, dan dalam hirarki kebutuhan, tunduk pada kesediaan untuk membayar. "
Dengan
demikian pada dasarnya terdapat perbedaan mendasar dalam cara pandang
terhadap masyarakat dalam pelayanan publik. Jika dalam manajemen publik
masyarakat dianggap sebagai klien sehingga ia merupakan bagian dari market contract maka dalam kepemerintahan public masyarakat dipangdang sebagai warga yang merupakan bagian dari social contract. Dalam kondisi inilah, terjadi perubahan dari manajemen publik menuju kepemerintahan publik (public governance).
Namun
demikian masih terdapat persoalan besar dalam kepemerintahan publik.
Persoalan tersebut berkisar pada makna dan ruang lingkupnya serta
hubungannya dengan manajemen publik. Mengenali kepemerintahan publik
pada dasarnya tidak sesulitmendefinisikannya dalam
wacana akademik. Secara praktek, telah banyak praktisi yang telah
melakukannya sehingga kepemerintahan publik akan dengan mudah diterima
dalam implementasinya. Namun dalam mendefinisikannya tentu akan
menghadapi kesulitan dan perdebatan sengit.
Kepemerintahan
publik jelas merupakan konsep positivistik karena jelas berusaha
mengarahkan apa yang seharusnya dilakukan oleh organisai-organisasi
publik. Sekedar sebagai sandaran, perlu diketahui beragam isu yang
dilontarkan oleh berbagai organisasi internasional tentang
kepemerintahan yang baik (good governance). Isu-isu tersebut
adalah: partisipasi publik, tranparansi, kesetaraan (gender, ras, agama,
usia, kelompok, dll), perilaku yang jujur dan etis, akuntabilitas, dan
keberlangsungan. Implementasi isu tersebut tentu memerlukan kesepakatan
di antara stakeholder. Kesepakatan tersebut bisa saja berbeda antar
tempat dan antar waktu. Untuk itu, Bovaird menawarkan definisi
kepemerintahan publik sebagai landasan berpijak bagi pengembangan konsep
dan praktika kepemerintahan publik. Konsep tersebut dimaknai sebagai “the way in which pemangku kepentingan berinteraksi satu sama lain untuk mempengaruhi hasil public kebijakan.
Hal yang menarik dalam pikiran Bovaird adalah
bahwa perubahan dari manajemen publik ke kepemrintahan publik tidak
berarti lalu menafikan sama sekali manajemen publik. Meski diakui bahwa
keduanya merupakan paradigm yang berbeda namun tidak berarti sama sekali
tidak ada yang dapat dimanfaatkan dari manajemen publik. Prinsipnya
adalah ada bagian tertentu yang bersinggungan karena dapat saling
mendukung. Tidak semua praktek manajemen public merupakan bagian dari
kepemerintahan publik dan begitu pula sebaliknya.
Buku yang disunting bersama oleh Bovaird dan Loffler ini
sebenarnya merupakan kumpulan tulisan dari beragam ahli yang bersepakat
tentang pentingnya paradigma kepemerintahan publik dalam studi
administrasi public dewasa ini. Secara umum buku ini terbagi dalam tiga
bagian utama. Bagian pertama lebih membahas peran sektor publik,
manajemen publik, dan kepemerintahan publik serta perkembangannya dewasa
ini dalam beragam konteks. Bagian kedua lebih memusatkan perhatian pada
manajemen publik pada organisasi sektor publik sekaligus mengeksplorasi
fungsi manajerial utama yang telah memberikan sumbangsih penting bagi
bekerjanya pelayanan publik. Bagian ketiga lebih memusatkan perhatian
pada kepemerintahan publik sebagai paradigma yang sedang berkembang
dalam public domain.
§ D. Osborn dan T Gaebler dan dioperasionalkan Osborn dan Plastrik Pemerintahan
yang katalistik , memberdayakan, semamgat kompetisi, beriorientasi pada
misi, mementingkan hasil bukan cara, mengutamakan pelanggan, wirausaha,
antisipatif, dandesentralistik, dan berorientasi pasar
§ Era New Public Administration ( J. V. Denhard ) dalam “ New Public service Melayani
warga masyrakat bukan pelanggan; Mengutamakan kepentingan Publik ;
Lebih menghargai warga negara bukan kewirausahaan, Berfikir strategis
dan bertindak demokratis, menyadari akuntabilitas bukan suatu yang
mudah, melayani dari pada mengendalikan, menghargai orang buka
produktivitas semata
§ Basuki
Apabila diidentifikasi secaracermat, berdasarkan perkembangan keadaan,
cukup banyak tantangan yang dihadapi administrasi publik,saya mencatat
paling tidak terdapat 21 tantangan yang dihadapi administrasi publik,
yakni, (1)globalisasi ekonomi, (2) pendidikan,(3) pengangguran, (4)
tanggung jawab sosial, (5) pelestarian lingkungan hidup, (6) peningkatan
kualitas hidup, (7) penerapan normanorma moral dan etika,
(8)keanekaragaman tenaga kerja, (9)pergeseran konfigurasi demografi,(10)
penguasaan dan pemanfaatan IPTEK,(11) tantangan di bidangpolitik, (12)
bencana alam (tsunami,gempa, banjir-(disaster management),(13) pemanasan
global, (14)kesenjangan sosial, (15) manajemen multikultural, (16)
paperless bureaucracy,(17) global competition, (18)customer loyalty
problem, (19)knowledge base economy; (20) time to market, dan (21)
kualitas kepemimpinan.
§ Dalam pandangan Prof. Soempono administrasi
Negara atau public administration biasanya yang dimaksud adalah
bahagian dari keseluruhan lembaga-lembaga dan badan badan dalam
pemerintahan negara sebagai bahagian dari pemerintah eksekutif baik di
pusat maupun di daerah yang tugas dan kegiatannya terutama melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah.
§ Caiden dalam Sasli Rais dan Flassy (2008) mengintepretasikan tujuan reformasi administrasi yaitu :
1. Melakukan perubahan inovatif terhadap kebijaksanaan dan program pelaksanaannya.
2. Meningkatkan efektifitas administrasi
3. Meningkatkan kualitas personel
4.Melakukan antisipasi terhadap kemungkinan kritik dan keluhan pihak luar.
§ menurut
Wallis dalam Rakmat, Pembaharuan administrasi meliputi 3 aspek yaitu
bahwa suatu perubahan harus perupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya,
perbaikan diperoleh dengan upaya yang disengaja bukan terjadi secara
kebetulan, dan perbaikan terjadi bersifat jangka panjang dan tidak
sementara.
§ Warsito
Utomo menjelaskan bahwa terjadi pergeseran titik tekan dari Public
Administration di mana negara menjadi salah satu agen tunggal
implementasi fungsi Negara (administration of public) menjadi public
administration yang menekankan fungsi pemerintahan atau Negara sebagai
public service (administration for public), Kemudian ke Administration
by Public yang menekankan fungsi negara/pemerintah hanyalah sebagai
fasilitator dan katalisator. Konsekwensi dari pergeseran titik tekan ini
melahirkan perubahan makna public sebagai Negara menjadi public sebagai
masyarakat.
Perkembangan
paradigma dalam ekonomi pembangunan berjalan sejalan dengan paradigma
administrasi publik yang berkembang sejak dekade 1990-an hingga dekade
2000-an, yaitu telah bergeser dari paradigma pengembangan administrasi
semata (empowering the administration) kepada paradigma pemberdayaan
masyarakat sebagai mitra dalam administrasi publik (empowering the
people to become partners in public administration). Paradigma
perkembangan administrasi publik yang mengarah kepada demokratisasi
administrasi publik merupakan perwujudan dari pergeseran paradigm
government kepada paradigma governance. Selain itu pesatnya perkembangan
teknologi informasi telah menjadikan penyelenggaraan administrasi
pemerintahan menjadi serba elektronik. Istilah e-government dan
e-governance merupakan cerminan dari penerapan teknologi informasi dalam
administrasi publik. Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi
maka dapat diprediksi bahwa di masa datang akan terjadi gelombang
perubahan yang besar lagi dalam paradigma administrasi publik.
Arah baru dalam administrasi publik harus juga berarti menjelajahi seperti:
1. bagaimana mendorong inovasi dalam pemerintahan yang melampaui perbaikan tambahan dan
2. peran pemerintah di dunia yang dicirikan oleh kemandegan, gangguan, tak terduga risiko dan terobosan
Ada beberapa paradigma juga yang berkembang pada awal 1990-an yang di bagi kedalam beberapa paradigma, antara lain:
· Model Neo Birokrasi
Tokoh : Simon,Cyert, March,Gore
Model
pendekatan neo-birokrasi merupakan salah satu model dalam
erabehavioral. Nilai yang dimaksimumkan adalah efisiensi, ekonomi, dan
tingkat rasionalisme yang tinggi dari penyelenggaraan pemerintahan. Unit
analisisnya lebih banyak tertuju pada fungsi “pengambilan keputusan”
(decision making) dalam organisasi pemerintahan. Dalam proses
pengambilan keputusan ini, pola pemikirannya bersifat “rasional”; yakni
keputusan-keputusan yang dibuat sedapat mungkin rasional untuk dapat
mencapai tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; model pengambilan
keputusan didasarkan pada prinsip manajemen modern; pendekatan dalam
mengambil keputusan didasarkan pada analisis sistem; dan di dalam
praktiknya banyak menggunakan penelitian operasi (operation research).
Kelebihan
model ini, telah banyak dibuktikan melalui “unit analisisnya” yang
lebih didasarkan pada teknik-teknik ilmu manajemen yang telah mapan
sebagai kelengkapan pemecahan masalah dalam banyak organisasi besar,
termasuk organisasi militer dan pemerintahan. Teknik manajemen ilmiah
telah banyak digunakan dalam kegiatan penganggaran, penjadwalan proyek,
manajemen persediaan,
Program
perencanaan karyawan, serta pengembangan produk untuk mencapai
produktivitas yang tinggi. Dibalik kelebihannya, juga memiliki berbagai
kelemahan, antara lain tidak semua persoalan dalam pemerintahan dapat
dikuantitatifkan dalam menerapkan prinsip manajemen ilmiah seperti yang
diharapkan dalam penerapan model ini.
· Paradigma Model Kelembagaan
Tokoh : Lindbloom, J. Thompson, Mosher, Blau, Riggs
Model
kelembagaan merupakan penjelmaan dari era behavioralisme. Ciri-cirinya,
antara lain bersifat empiris. Di samping memperhatikan aspek internal,
juga pada aspek ekstemal, seperti aspek budaya turut menjadi perhatian
utama dalam kajian organisasi pemerintahan (sistem terbuka).
Para
penganut model ini lebih tertarik mempelajari organisasi pemerintahan
apa adanya (netral), dibanding mengajukan resep perbaikan (intervensi)
yang harus dilakukan dalam peningkatan kinerja organisasi pemerintahan.
Namun demikian, hasil karya dari tokoh penganut aliran sangat berjasa
dalam pengembangan teori organisasi, karena hasil-hasil karya yang ada
sebelumnya cenderung menganalisis organisasi dengan “sistem tertutup”
tanpa memperhitungkan aspek eksternal organisasi, yang secara realita
sangat menentukan terhadap kingaerja organisasi pemerintahan.:
· Paradigma Model Hubungan Kemanusiaan
Tokoh : Mcgregor, Argyris
Model
hubungan kemanusiaan mengkritik model-model birokrasi. pemerintahan
yang ada sebelumnya, yakni model birokrasi klasik dan model
neo-birokrasi yang terlalu memformalkan seluruh kegiatan dalam
organisasi pemerintahan. Model hubungan kemanusiaan melihat secara
empiris, bahwa ternyata aturan yang terlalu kaku, dapat menimbulkan
kebosanan orang (birokrat) bekerja dalam organisasi.
Ciri-ciri model ini, antara lain melihat perlunya diperhatikan; hubungan antarpribadi, dinamika kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata, pelatihan, motivasi kerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka nilai yang dimaksimalkan adalah kepuasan kerja, perkembangan pribadi, harga diri individu dalam organisasi pemerintahan.
Ciri-ciri model ini, antara lain melihat perlunya diperhatikan; hubungan antarpribadi, dinamika kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata, pelatihan, motivasi kerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka nilai yang dimaksimalkan adalah kepuasan kerja, perkembangan pribadi, harga diri individu dalam organisasi pemerintahan.
Model
ini tetap menganjurkan perlunya pengawasan, namun tidak perlu dilakukan
secara ketat dan merata kepada semua anggota organisasi. Hanya mereka
yang memerlukan pengawasan adalah yang perlu diberikan. Hal yang paling
penting dilakukan adalah memperbaiki sistem organisasi agar tercipta
suasana kerja yang memungkinkan anggota organisasi dapat berhubungan
secara baik dengan rekan kerjanya agar tercipta suasana yang dapat
meningkatkan inovasi aparatur pemerintahan.
· Paradigma Model Hubungan Publik
Tokoh : Ostrom, Buchanan, Olson, Oppenheimer
Model
birokrasi pilihan publik merupakan pendekatan yang paling mutakhir
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pendekatan ini masih banyak bersifat
teoretis disbanding bukti empiris di lapangan. Resep-resep yang ada
dalam penyelenggaraan pemerintahan kebanyakan bersifat ideal, namun
bukti penerapannya, masih tergolong langka. Hal ini antara lain
disebabkan karena pendekatan ini memang relatif masih muda usianya.
Ciri-cirinya, antara lain; lebih bersifat anti birokratis, berdasar pada
distribusi pelayanan, desentralisasi, dan tawar-menawar yang
berorientasi kepada klien. Ada berbagai prasyarat yang seharusnya
terpenuhi dalam penerapan model ini, antara lain: (1) system politik
harus dapat menjamin partisipasi dalam mengemukakan pendapat secara
objektif dan bertanggung jawab; (2) sistem administrasi pemerintahan
yang selalu dinamis, mampu menyesuaikan diri dengan fungsi yang terus
berubah; (3) birokrat harus mampu mengoreksi diri sendiri, dan; (4)
perlu ada langkah kongkrit yang dapat dilakukan dalam mengefektifkan
pemberdayaan masyarakat, antara lain adalah meningkatkan kesadaran
kritis dalam hal politik pada berbagai lapisan masyarakat. Langkah ini
terlaksana apabila terjadi komunikasi yang “dialogis” antara perumus
kebijaksanaan dan masyarakat pengguna pelayanan.
· Paradigma Administrasi Negara Baru (New Public Administration)
Tokoh : J. V. Denhard:
• Melayani warga masyarakat bukan pelanggan;
• Mengutamakan kepentingan Publik
• Lebih menghargai warga negara bukan kewirausahaan
• Berfikir strategis dan bertindak demokratis
• Menyadari akuntabilitas bukan suatu yang mudah
• Melayani dari pada mengendalikan
• Menghargai orang buka produktivitas semata
Tokoh : J. V. Denhard:
• Melayani warga masyarakat bukan pelanggan;
• Mengutamakan kepentingan Publik
• Lebih menghargai warga negara bukan kewirausahaan
• Berfikir strategis dan bertindak demokratis
• Menyadari akuntabilitas bukan suatu yang mudah
• Melayani dari pada mengendalikan
• Menghargai orang buka produktivitas semata
Konsep
mutakhir administrasi negara adalah good governance yang memberikan
lebih banyak hal yang harus dihadirkan pemerintahan dalam pelayanan
kepada masyarakat. Good governance lahir di tengah-tengah masyarakat
yang kompleks, kritis, dan turunnya sumber daya yang dimiliki pemerintah
jika dibandingkan permasalahan yang dihadapi, sehingga konsep ini
menjadi sangat relevan untuk diadopsi dalam penyusunan cabinet jika
memang benar presiden yang terpilih nantinya memiliki political will
yang besar terhadap perbaikan bangsa. JIka sungguh-sungguh ingin
melaksanakan good governance, dari penyusunan kabinet itu sudah
tercermin. Konsep Administrasi negara baru yang lahir pada tahun
1980-an, mendorong pemerintah untuk tidak saja adil tetapi juga berpihak
pada yang lemah.
Sondang
P. Siagian menyimpulkan bahwa sesungguhnya abad sekarang ini adalah
“abad Administrasi, karena semua keputusan dibidang politik, ekonomi,
kebudayaan, militer, dan lain-lain hanya akan ada artinya apabila
keputusan tersebut terlaksana dengan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. J. Basuki, M. Psi. Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kepemimpinan Aparatur Negara
Osborne, David dan Ted Gaebler.1994. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. New York: Penguin Books.
Osborne, David dan Ted Gaebler.1995 Mewirausahakan birokrasi:mentransformasi semangat wirausaha ke dalam sector public. Ppm . Jakarta
Lumingkewas, Lexie dan Evi Masengi.2008 reformasi birokrasi pemerintahan:dalam perspektif pelayanan public
Siagiang. S.P., 2008. Filsafat Administrasi (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.
Thoha M., 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta : Prenada Media Group.
M.R. Khairul Muluk 2008 Paradigma Baru Administrasi Publik :Dari “Public Management” Menuju “Public Governance”, Administrasi Publik Universitas Brawijaya
ROMEO B. OCAMPO,2009 Models of Public Administration Reform: “New Public Management (NPM)” Public Administration University of the Philippines
Prof. Ginandjar Kartasasmita REVITALISASI ADMINISTRASI PUBLIK DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Jurnal Admnistrasi Publik Vol. 1. No. 1. Tahun 2005.
A.I Karinda
0 komentar:
Posting Komentar