Senin, 10 Oktober 2011

Home » PERKEMBANGAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

PERKEMBANGAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


PERKEMBANGAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK (1990-an sampai 2000-an)
Teori dan konsep dari Ilmu Administrasi Publik telah berkembang dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan peradaban dan sejarah umat manusia. Perkembangannya dari Ilmu Filsafat yang objeknya tidak terbatas sampai pada disiplin ilmu eksakta dan sosial yang mengkhususkan pada bidang bahasan tertentu seja seperti Administrasi publik ini. Adapun perkembangan Ilmu Administrasi Publik dapat disebut sebagai berikut :
1. Administrasi Ortodok
2. Administrasi Publik – Administrasi Negara Baru
3. New Public Management
5. Refounding Public administration
Paradigma administrasi publik baru dengan tokoh-tokohnya Frank Marini dan George H. Frederickson. Paradigma ini menganggap administrasi publik sebelumnya kurang perhatian terhadap perubahan sosial dan kurang memperhatikan tuntutan kebutuhan publik. Pada saat ini telah berkembang Administrasi Publik yang menekankan pada pendekatan manajemen baru berorientasi pada pencapaian tujuan (goal governance) untuk memecahkan masalah-masalah publik dan populer dengan istilah Reinventing Government dan Good Governance. Paradigma baru ini berusaha menghilangkan praktek birokrasi yang terlalu hierarkis dan menyebabkan
biaya operasional tinggi (high cost economy).
Pada dasarnya masyarakat tidak terlalu peduli dengan more regulated atau less regulated, less governed atau more governed karena kepedulian utama mereka terletak pada terselesaikannya beragam masalah yang mereka hadapi. Bagi administrasi publik, kondisi ini merupakan tantangan besar yang harus dihadapi mengingat kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks sementara sumber daya dan kapasitas birokrasi yang berkembang tidak sebanding dengan perkembangan kebutuhan tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir ini, berkembang beragam pendekatan dalam menghadapi tuntutan ini. Isu manajemen publik dan public governance (kepemerintahan publik)terus meluas dan menjadi perdebatan hangat.Tony Bovaird dan Elke Loffler dalam buku yang bertajuk Public Management and Governance ini berupaya menguraikan perdebatan tersebut. Mereka menunjukkan adanya perbedaan antara manajemen publik, administrasi publik, dan kepemerintahan. Gambaran tentang administrasi publik dapat disimak dalam kalimat berikut "Di pertengahan abad kedua puluh, studi tentang kerja pegawai negeri dan pejabat publik lainnya (termasuk antarmuka dengan para politisi yang terlibat dalam pengaturan perundang-undangan dan kebijakan publik) dengan demikian, tidak ada keraguan bahwa administrasi publik disulap gambar birokrasi, seumur hidup mendapatkan pekerjaan, dan muddling melalui perusahaan-kurangnya setelan jas gelap, wajah-wajah abu-abu, dan hari pekerjaan membosankan. "
Selanjutnya pada masa sesudahnya yang dimulai pada era 1980an, gambaran suram administrasi publik ini berusaha ditepis dengan munculnya gerakan manajemen publik. Bovaird "Frase baru mulai terdengar, dan bahkan dominasi dicapai dalam beberapa lingkaran-manajemen publik. Hal ini diartikan berbeda oleh pengarang yang berbeda, tapi itu hampir selalu ditandai oleh serangkaian yang berbeda simbol dari yang berkaitan dengan administrasi
publik. "bahwa Selanjutnya ia berusaha memaknai manajemen publik sebagai suatu pendekatan yang mempergunakan teknik-teknik manajerial (yang seringkali berasal dari sector swasta) untuk meningkatkan nilai uang yang diperoleh dari pelayanan publik. Beberapa isu yang berbeda dalam manajemen publik dibandingkan dengan administrasi publik antara lain tentang budget management dan bukannya sekedar budget holding, lalu berkembangnya budaya kontrak termasuk kontrak dengan sektor swasta dalam penyediaan layanan publik, kemudian kontrak dalam hal kepegawaian yang berlaku dalam periode tetap tertentu dan memungkinkan untuk tidak diperbaharui, kewirausahaan dan pengambilan resiko, serta akuntabilitas kinerja.
Dengan melihat hal ini Bovaird menyimpulkan kecenderungan ini dengan: "Perbedaan-perbedaan ini dapat (dan sering itu) berlebihan. Namun, tampak bahwa harapan banyak pemangku kepentingan dalam domain publik tidak mengubah - mereka mulai mengharapkan perilaku lebih sesuai dengan citra manajer umum dan kurang bahwa masyarakat administrator. " Perkembangan manajemen publik dalam pelayanan publik menghadapi tantangan berat terutama dalam memposisikan masyarakat sebagai pihak yang dilayani. Dalam konsep manajemen publik, masyarakat dianggap sebagai klien, pelanggan, atau sekedar pengguna layanan. Tentu hal ini merupakan cara pandang yang dapat memunculkan masalah karena pada hakekatnya masyarat tidak sekedar pengguna tapi justeru stakeholder utama layanan publik sebagai konsekuensi posisi masyarakat sebagai warga (citizen).
Warga dapat didefinisikan sebagai "Konsentrasi hak dan kewajiban dalam pribadi seorang individu, dalam suatu negara hukum, di bawah aturan hukum, dan di dalam hierarki peraturan perundang-undangan. " Sementara itu, sebagai perbandingan kita dapat melihat definisi klien yakni "konsentrasi kebutuhan dan kepuasan dari kebutuha seorang individu, dalam situasi pasar penawaran dan permintaan barang dan jasa, dan dalam hirarki kebutuhan, tunduk pada kesediaan untuk membayar. "
Dengan demikian pada dasarnya terdapat perbedaan mendasar dalam cara pandang terhadap masyarakat dalam pelayanan publik. Jika dalam manajemen publik masyarakat dianggap sebagai klien sehingga ia merupakan bagian dari market contract maka dalam kepemerintahan public masyarakat dipangdang sebagai warga yang merupakan bagian dari social contract. Dalam kondisi inilah, terjadi perubahan dari manajemen publik menuju kepemerintahan publik (public governance).
Namun demikian masih terdapat persoalan besar dalam kepemerintahan publik. Persoalan tersebut berkisar pada makna dan ruang lingkupnya serta hubungannya dengan manajemen publik. Mengenali kepemerintahan publik pada dasarnya tidak sesulitmendefinisikannya dalam wacana akademik. Secara praktek, telah banyak praktisi yang telah melakukannya sehingga kepemerintahan publik akan dengan mudah diterima dalam implementasinya. Namun dalam mendefinisikannya tentu akan menghadapi kesulitan dan perdebatan sengit.
Kepemerintahan publik jelas merupakan konsep positivistik karena jelas berusaha mengarahkan apa yang seharusnya dilakukan oleh organisai-organisasi publik. Sekedar sebagai sandaran, perlu diketahui beragam isu yang dilontarkan oleh berbagai organisasi internasional tentang kepemerintahan yang baik (good governance). Isu-isu tersebut adalah: partisipasi publik, tranparansi, kesetaraan (gender, ras, agama, usia, kelompok, dll), perilaku yang jujur dan etis, akuntabilitas, dan keberlangsungan. Implementasi isu tersebut tentu memerlukan kesepakatan di antara stakeholder. Kesepakatan tersebut bisa saja berbeda antar tempat dan antar waktu. Untuk itu, Bovaird menawarkan definisi kepemerintahan publik sebagai landasan berpijak bagi pengembangan konsep dan praktika kepemerintahan publik. Konsep tersebut dimaknai sebagai “the way in which pemangku kepentingan berinteraksi satu sama lain untuk mempengaruhi hasil public kebijakan.
Hal yang menarik dalam pikiran Bovaird adalah bahwa perubahan dari manajemen publik ke kepemrintahan publik tidak berarti lalu menafikan sama sekali manajemen publik. Meski diakui bahwa keduanya merupakan paradigm yang berbeda namun tidak berarti sama sekali tidak ada yang dapat dimanfaatkan dari manajemen publik. Prinsipnya adalah ada bagian tertentu yang bersinggungan karena dapat saling mendukung. Tidak semua praktek manajemen public merupakan bagian dari kepemerintahan publik dan begitu pula sebaliknya.
Buku yang disunting bersama oleh Bovaird dan Loffler ini sebenarnya merupakan kumpulan tulisan dari beragam ahli yang bersepakat tentang pentingnya paradigma kepemerintahan publik dalam studi administrasi public dewasa ini. Secara umum buku ini terbagi dalam tiga bagian utama. Bagian pertama lebih membahas peran sektor publik, manajemen publik, dan kepemerintahan publik serta perkembangannya dewasa ini dalam beragam konteks. Bagian kedua lebih memusatkan perhatian pada manajemen publik pada organisasi sektor publik sekaligus mengeksplorasi fungsi manajerial utama yang telah memberikan sumbangsih penting bagi bekerjanya pelayanan publik. Bagian ketiga lebih memusatkan perhatian pada kepemerintahan publik sebagai paradigma yang sedang berkembang dalam public domain.
§ D. Osborn dan T Gaebler dan dioperasionalkan Osborn dan Plastrik Pemerintahan yang katalistik , memberdayakan, semamgat kompetisi, beriorientasi pada misi, mementingkan hasil bukan cara, mengutamakan pelanggan, wirausaha, antisipatif, dandesentralistik, dan berorientasi pasar
§ Era New Public Administration ( J. V. Denhard ) dalam “ New Public service Melayani warga masyrakat bukan pelanggan; Mengutamakan kepentingan Publik ; Lebih menghargai warga negara bukan kewirausahaan, Berfikir strategis dan bertindak demokratis, menyadari akuntabilitas bukan suatu yang mudah, melayani dari pada mengendalikan, menghargai orang buka produktivitas semata
§ Basuki Apabila diidentifikasi secaracermat, berdasarkan perkembangan keadaan, cukup banyak tantangan yang dihadapi administrasi publik,saya mencatat paling tidak terdapat 21 tantangan yang dihadapi administrasi publik, yakni, (1)globalisasi ekonomi, (2) pendidikan,(3) pengangguran, (4) tanggung jawab sosial, (5) pelestarian lingkungan hidup, (6) peningkatan kualitas hidup, (7) penerapan normanorma moral dan etika, (8)keanekaragaman tenaga kerja, (9)pergeseran konfigurasi demografi,(10) penguasaan dan pemanfaatan IPTEK,(11) tantangan di bidangpolitik, (12) bencana alam (tsunami,gempa, banjir-(disaster management),(13) pemanasan global, (14)kesenjangan sosial, (15) manajemen multikultural, (16) paperless bureaucracy,(17) global competition, (18)customer loyalty problem, (19)knowledge base economy; (20) time to market, dan (21) kualitas kepemimpinan.
§ Dalam pandangan Prof. Soempono administrasi Negara atau public administration biasanya yang dimaksud adalah bahagian dari keseluruhan lembaga-lembaga dan badan badan dalam pemerintahan negara sebagai bahagian dari pemerintah eksekutif baik di pusat maupun di daerah yang tugas dan kegiatannya terutama melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.
§ Caiden dalam Sasli Rais dan Flassy (2008) mengintepretasikan tujuan reformasi administrasi yaitu :
1. Melakukan perubahan inovatif terhadap kebijaksanaan dan program pelaksanaannya.
2. Meningkatkan efektifitas administrasi
3. Meningkatkan kualitas personel
4.Melakukan antisipasi terhadap kemungkinan kritik dan keluhan pihak luar.
§ menurut Wallis dalam Rakmat, Pembaharuan administrasi meliputi 3 aspek yaitu bahwa suatu perubahan harus perupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya, perbaikan diperoleh dengan upaya yang disengaja bukan terjadi secara kebetulan, dan perbaikan terjadi bersifat jangka panjang dan tidak sementara.
§ Warsito Utomo menjelaskan bahwa terjadi pergeseran titik tekan dari Public Administration di mana negara menjadi salah satu agen tunggal implementasi fungsi Negara (administration of public) menjadi public administration yang menekankan fungsi pemerintahan atau Negara sebagai public service (administration for public), Kemudian ke Administration by Public yang menekankan fungsi negara/pemerintah hanyalah sebagai fasilitator dan katalisator. Konsekwensi dari pergeseran titik tekan ini melahirkan perubahan makna public sebagai Negara menjadi public sebagai masyarakat.
Perkembangan paradigma dalam ekonomi pembangunan berjalan sejalan dengan paradigma administrasi publik yang berkembang sejak dekade 1990-an hingga dekade 2000-an, yaitu telah bergeser dari paradigma pengembangan administrasi semata (empowering the administration) kepada paradigma pemberdayaan masyarakat sebagai mitra dalam administrasi publik (empowering the people to become partners in public administration). Paradigma perkembangan administrasi publik yang mengarah kepada demokratisasi administrasi publik merupakan perwujudan dari pergeseran paradigm government kepada paradigma governance. Selain itu pesatnya perkembangan teknologi informasi telah menjadikan penyelenggaraan administrasi pemerintahan menjadi serba elektronik. Istilah e-government dan e-governance merupakan cerminan dari penerapan teknologi informasi dalam administrasi publik. Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi maka dapat diprediksi bahwa di masa datang akan terjadi gelombang perubahan yang besar lagi dalam paradigma administrasi publik.
Arah baru dalam administrasi publik harus juga berarti menjelajahi seperti:
1. bagaimana mendorong inovasi dalam pemerintahan yang melampaui perbaikan tambahan dan
2. peran pemerintah di dunia yang dicirikan oleh kemandegan, gangguan, tak terduga risiko dan terobosan
Ada beberapa paradigma juga yang berkembang pada awal 1990-an yang di bagi kedalam beberapa paradigma, antara lain:
· Model Neo Birokrasi
Tokoh : Simon,Cyert, March,Gore
Model pendekatan neo-birokrasi merupakan salah satu model dalam erabehavioral. Nilai yang dimaksimumkan adalah efisiensi, ekonomi, dan tingkat rasionalisme yang tinggi dari penyelenggaraan pemerintahan. Unit analisisnya lebih banyak tertuju pada fungsi “pengambilan keputusan” (decision making) dalam organisasi pemerintahan. Dalam proses pengambilan keputusan ini, pola pemikirannya bersifat “rasional”; yakni keputusan-keputusan yang dibuat sedapat mungkin rasional untuk dapat mencapai tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; model pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip manajemen modern; pendekatan dalam mengambil keputusan didasarkan pada analisis sistem; dan di dalam praktiknya banyak menggunakan penelitian operasi (operation research).
Kelebihan model ini, telah banyak dibuktikan melalui “unit analisisnya” yang lebih didasarkan pada teknik-teknik ilmu manajemen yang telah mapan sebagai kelengkapan pemecahan masalah dalam banyak organisasi besar, termasuk organisasi militer dan pemerintahan. Teknik manajemen ilmiah telah banyak digunakan dalam kegiatan penganggaran, penjadwalan proyek, manajemen persediaan,
Program perencanaan karyawan, serta pengembangan produk untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Dibalik kelebihannya, juga memiliki berbagai kelemahan, antara lain tidak semua persoalan dalam pemerintahan dapat dikuantitatifkan dalam menerapkan prinsip manajemen ilmiah seperti yang diharapkan dalam penerapan model ini.
· Paradigma Model Kelembagaan
Tokoh : Lindbloom, J. Thompson, Mosher, Blau, Riggs
Model kelembagaan merupakan penjelmaan dari era behavioralisme. Ciri-cirinya, antara lain bersifat empiris. Di samping memperhatikan aspek internal, juga pada aspek ekstemal, seperti aspek budaya turut menjadi perhatian utama dalam kajian organisasi pemerintahan (sistem terbuka).
Para penganut model ini lebih tertarik mempelajari organisasi pemerintahan apa adanya (netral), dibanding mengajukan resep perbaikan (intervensi) yang harus dilakukan dalam peningkatan kinerja organisasi pemerintahan. Namun demikian, hasil karya dari tokoh penganut aliran sangat berjasa dalam pengembangan teori organisasi, karena hasil-hasil karya yang ada sebelumnya cenderung menganalisis organisasi dengan “sistem tertutup” tanpa memperhitungkan aspek eksternal organisasi, yang secara realita sangat menentukan terhadap kingaerja organisasi pemerintahan.:
· Paradigma Model Hubungan Kemanusiaan
Tokoh : Mcgregor, Argyris
Model hubungan kemanusiaan mengkritik model-model birokrasi. pemerintahan yang ada sebelumnya, yakni model birokrasi klasik dan model neo-birokrasi yang terlalu memformalkan seluruh kegiatan dalam organisasi pemerintahan. Model hubungan kemanusiaan melihat secara empiris, bahwa ternyata aturan yang terlalu kaku, dapat menimbulkan kebosanan orang (birokrat) bekerja dalam organisasi.
Ciri-ciri model ini, antara lain melihat perlunya diperhatikan; hubungan antarpribadi, dinamika kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata, pelatihan, motivasi kerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka nilai yang dimaksimalkan adalah kepuasan kerja, perkembangan pribadi, harga diri individu dalam organisasi pemerintahan.
Model ini tetap menganjurkan perlunya pengawasan, namun tidak perlu dilakukan secara ketat dan merata kepada semua anggota organisasi. Hanya mereka yang memerlukan pengawasan adalah yang perlu diberikan. Hal yang paling penting dilakukan adalah memperbaiki sistem organisasi agar tercipta suasana kerja yang memungkinkan anggota organisasi dapat berhubungan secara baik dengan rekan kerjanya agar tercipta suasana yang dapat meningkatkan inovasi aparatur pemerintahan.
· Paradigma Model Hubungan Publik
Tokoh : Ostrom, Buchanan, Olson, Oppenheimer
Model birokrasi pilihan publik merupakan pendekatan yang paling mutakhir dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pendekatan ini masih banyak bersifat teoretis disbanding bukti empiris di lapangan. Resep-resep yang ada dalam penyelenggaraan pemerintahan kebanyakan bersifat ideal, namun bukti penerapannya, masih tergolong langka. Hal ini antara lain disebabkan karena pendekatan ini memang relatif masih muda usianya. Ciri-cirinya, antara lain; lebih bersifat anti birokratis, berdasar pada distribusi pelayanan, desentralisasi, dan tawar-menawar yang berorientasi kepada klien. Ada berbagai prasyarat yang seharusnya terpenuhi dalam penerapan model ini, antara lain: (1) system politik harus dapat menjamin partisipasi dalam mengemukakan pendapat secara objektif dan bertanggung jawab; (2) sistem administrasi pemerintahan yang selalu dinamis, mampu menyesuaikan diri dengan fungsi yang terus berubah; (3) birokrat harus mampu mengoreksi diri sendiri, dan; (4) perlu ada langkah kongkrit yang dapat dilakukan dalam mengefektifkan pemberdayaan masyarakat, antara lain adalah meningkatkan kesadaran kritis dalam hal politik pada berbagai lapisan masyarakat. Langkah ini terlaksana apabila terjadi komunikasi yang “dialogis” antara perumus kebijaksanaan dan masyarakat pengguna pelayanan.
· Paradigma Administrasi Negara Baru (New Public Administration)
Tokoh : J. V. Denhard:
• Melayani warga masyarakat bukan pelanggan;
• Mengutamakan kepentingan Publik
• Lebih menghargai warga negara bukan kewirausahaan
• Berfikir strategis dan bertindak demokratis
• Menyadari akuntabilitas bukan suatu yang mudah
• Melayani dari pada mengendalikan
• Menghargai orang buka produktivitas semata
Konsep mutakhir administrasi negara adalah good governance yang memberikan lebih banyak hal yang harus dihadirkan pemerintahan dalam pelayanan kepada masyarakat. Good governance lahir di tengah-tengah masyarakat yang kompleks, kritis, dan turunnya sumber daya yang dimiliki pemerintah jika dibandingkan permasalahan yang dihadapi, sehingga konsep ini menjadi sangat relevan untuk diadopsi dalam penyusunan cabinet jika memang benar presiden yang terpilih nantinya memiliki political will yang besar terhadap perbaikan bangsa. JIka sungguh-sungguh ingin melaksanakan good governance, dari penyusunan kabinet itu sudah tercermin. Konsep Administrasi negara baru yang lahir pada tahun 1980-an, mendorong pemerintah untuk tidak saja adil tetapi juga berpihak pada yang lemah.
Sondang P. Siagian menyimpulkan bahwa sesungguhnya abad sekarang ini adalah “abad Administrasi, karena semua keputusan dibidang politik, ekonomi, kebudayaan, militer, dan lain-lain hanya akan ada artinya apabila keputusan tersebut terlaksana dengan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. J. Basuki, M. Psi. Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kepemimpinan Aparatur Negara
Osborne, David dan Ted Gaebler.1994. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. New York: Penguin Books.
Osborne, David dan Ted Gaebler.1995 Mewirausahakan birokrasi:mentransformasi semangat wirausaha ke dalam sector public. Ppm . Jakarta
Lumingkewas, Lexie dan Evi Masengi.2008 reformasi birokrasi pemerintahan:dalam perspektif pelayanan public
Siagiang. S.P., 2008. Filsafat Administrasi (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.
Thoha M., 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta : Prenada Media Group.
M.R. Khairul Muluk 2008 Paradigma Baru Administrasi Publik :Dari “Public Management” Menuju “Public Governance”, Administrasi Publik Universitas Brawijaya
ROMEO B. OCAMPO,2009 Models of Public Administration Reform: “New Public Management (NPM)” Public Administration University of the Philippines
Prof. Ginandjar Kartasasmita REVITALISASI ADMINISTRASI PUBLIK DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Jurnal Admnistrasi Publik Vol. 1. No. 1. Tahun 2005.
A.I Karinda

0 komentar:

Posting Komentar