BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Kudus
merupakan salah satu kabupaten terkecil di Propinsi Jawa Tengah, dengan luas
wilayah 425.16 km2 / 42.516 ha. Secara administratif Kabupaten Kudus terdiri
dari 9 kecamatan, 125 desa dan 7 kelurahan. Perekonomian Kabupaten Kudus
didukung oleh berbagai sektor dengan sektor andalan bidang industri terutama
industri rokok yang memberikan kontribusi terbesar, sehingga Kota Kudus disebut
sebagai Kota Kretek. Jumlah perusahaan skala besar menengah sesuai data dari
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Kudus sampai dengan
tahun 2007 berjumlah 100 unit, serta indutri kecil berjumlah ratusan hingga
ribuan unit. Sebagai salah satu kabupaten di wilayah propinsi Jawa Tengah,
Kabupaten Kudus mempunyai letak yang cukup strategis, karena berada di jalur
pantai utara (pantura), persimpangan antara Semarang-Kudus-Pati dan
Jepara-Kudus- Grobogan. Meskipun Kabupaten Kudus relatif tidak mempunyai
potensi sumber daya alam (SDA) yang memadai, tetapi potensi di luar sumber daya
alam cukup prospektif apabila dikelola secara professional melalui kegiatan
pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan. Pembangunan di Kabupaten Kudus
disamping memberikan dampak positif juga memberikan dampak negatif berupa meningkatnya
tekanan terhadaplingkungan. Hal ini terjadi
karena pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan setempat, pada akhirnya menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan
lingkungan tersebut menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat,
pemerintah dan pihak swasta.
Berdasarkan permasalahan
tersebut maka pemerintah mempunyai kebijakan di bidang lingkungan hidup. Salah
satu upaya yang harus dilakukan untuk meminimasi dampak negatif yang timbul
dari suatu kegiatan/industri maka diberlakukan kewajiban dalam penyusunan studi
kelayakan lingkungan berupa penyusunan dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) atau UKL UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan) bagi pemrakarsa kegiatan. Kedua studi tersebut merupakan studi
kelayakan lingkungan yang harus dibuat oleh pemrakarasa kegiatan dan atau usaha
yang baru atau belum beroperasi, sehingga melalui dokumen ini dapat
diperkirakan dampak yang akan timbul dari suatu kegiatan kemudian bagaimana
dampak tersebut dikelola baik dampak negatif maupun dampak positif. Demikian
juga untuk kegiatan industri yang sudah berjalan juga diwajibkan untuk menyusun
Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL) sesuai dengan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2007 tentang Dokumen Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan /atau Kegiatan Yang Tidak
Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada kenyataanya rekomendasi
studi kelayakan yang dilakukan oleh para pengusaha baik dalam bentuk Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL UPL) tidak selalu mendapatkan hasil yang
optimal. Menurut Hermin Rosita (Koran Suara Akar Rumput, 2008) bahwa sudah
sekitar 9.000 dokumen AMDAL telah disetujui oleh pemerintah, namun tidak
menjamin dapat mengurangi kerusakan lingkungan. Penyebabnya selain belum semua
komisi AMDAL berfungsi dengan baik, juga karena lemahnya penegakan hukum dalam aspek
lingkungan hidup. Menurut Suryo Adiwibowo (2004) pada pertemuan PPLH se-Jawa
Tengah di Yogyakarta mempresentasikan materi penguatan AMDAL sebagai instrument
pengelolaan lingkungan hidup.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab
pelaksanaan AMDAL atau UKL UPL kurang optimal adalah sebagai berikut:
1. AMDAL
dan implementasinya oleh pemrakarasa masih dipandang sebagai beban bukan
sebagai kewajiban untuk mengelola lingkungan hidup
2. Tidak
ada insentif bagi pemrakarasa yang:
- menyusun atau tidak menyusun AMDAL
- menyusun AMDAL secara baik dan benar dan yang asal jadi
- mengimplementasikan hasil AMDAL dengan yang tidak berniat melaksanakan
hasil MDAL
3. AMDAL
lebih dipandang sebagai instrumen perijinan daripada sebagai instrumen
pencegahan dampak lingkungan
4. Lemahnya
penegakan hukum terhadap:
- Kegiatan / usaha yang tidak menyusun AMDAL
- AMDAL disusun pada saat kegiatan sudah mulai
- Kegiatan / usaha yang tidak mengimplementasikan RKL atau RPL
5. Belum
ada integrasi antara AMDAL, ijin lokasi dan ijin operasi. Berdasarkan rencana
strategik (renstra) kabupaten Kudus tahun 2003-2008 ditetapkan suatu rumusan
visi kabupaten Kudus lima tahun mendatang yaitu: terwujudnya masyarakat
sejahtera yang religius, berkeadilan dan mandiri dalam hubungan yang kondusif,
didukung industri, perdagangan dan pertanian yang berwawasan lingkungan.
Sedangkan dalam kebijakan pembangunan lingkungan hidup di Kabupaten Kudus
mempunyai visi membangun kepemerintahan yang baik dalam pengelolaan lingkungan
hidup di Kabupaten Kudus menuju terwujudnya Kudus yang lestari tahun 2020. Penyusunan
studi AMDAL dan UKL UPL hingga saat ini telah dapat diterapkan di Kabupaten
Kudus, namun tidak semua usaha dan atau kegiatan yang ada di Kabupaten Kudus
mempunyai dokumen pengelolaan lingkungan tersebut.
B. Maksud dan Tujuan
* Maksud
:
Dalam Makalah “ EFEKTIVITAS
PELAKSANAAN AMDAL DAN UKL UPL DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN
KUDUS “ dianggap penting. Dikarenakan Pelaksanaan AMDAL yang ada di SULTRA
kurang maksimal.
* Tujuan
:
Makalah ini berisikan tentang
efektifnya pelaksanaan AMDAL dalam pengelolaan lingkungan yang berada di
Kabupaten Kudus, Maka dari itu penulis mengambil judul ini supaya dapat
menjadikan acuan bagi para perusahaan industri yang ada di SULTRA.
C. Manfaat
Seperti yang sudah di uraikan
sebagian di poin tujuan di atas. Manfaat yang dapat dipetik dari makalh ini
yaitu agar dalam pelaksanaan AMDAL di sulawesi tenggara ini berjalan sesuai
peraturan yang ada.
BAB II
KONSEP
A. Konsep
* INDUSTRI
DAN LINGKUNGAN HIDUP
Perkembangan teknologi
dan industri yang pesat dewasa ini ternyata membawa dampak bagi kehidupan
manusia, baik dampak yang bersifat positif maupun dampak yang bersifat negatif.
Dampak positif memang diharapkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas dan
kenyamana hidup manusia, namun dampak yang bersifat negatif memang tidak
diharapkan karena dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup manusia. Semua
orang yang ingin memperoleh kenyamanan dan kualitas harus terlibat dalam usaha
mengatasi dampak yang bersifat negatif, baik dari kalangan ilmuwan,
indutriawan, pemerintah maupun masyarakat biasa. Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup , manusia
berupaya dengan segala daya untuk dapat mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam
yang ada demi tercapainya kualitas hidup yang diinginkan. Dalam pemanfaatan sumber
daya alam harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkugan. Daya
dukung alam diartikan sebagai kemampuan alam untuk mendukung kehidupan manusia.
Berkurangnya daya dukung alam akan menyebabkan kemampuan alam untuk mendukung
kehidupan manusia menjadi berkurang.
Industrialisasi telah
menyebabkan banyak perubahan dalam masyarakat,
yang sebelumnya didominasi masyarakat pertanian menjadi masyarakat
industri. Kegiatan industri telah mendorong pertumbuhan ekonomi bagi sebagian masyarakat
dengan meningkatnya pendapatan sehingga mendapatkan kesempatan yang lebih besar
terhadap pendidikan dan peningkatan standar kehidupan yang lebih baik. Namun
demikian ada harga yang perlu dibayar yaitu menurunnya kualitas lingkungan dan
meningkatnya kebutuhan akan sumber daya.
* PEMBANGUNAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN
Pembangunan berwawasan
lingkungan mengandung pengertian bahwa upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu
hidup rakyat dilakukan sekaligus dengan melestarikan kemampuan lingkungan agar
dapat tetap menunjang pembangunan secara berkesinambungan. Hal ini berarti
bahwa pelaksanaan suatu kegiatan wajib diikuti dengan upaya mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Gagasan
pembangunan berkelanjutan dikenal juga dengan pembangunan berwawasan
lingkungan, secara bertahap mulai dimasukkkan dalam kebijakan perencanaan dan
pembangunan nasional. Hal tersebut terdapat dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya direvisi dengan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Emil Salim (1990) dan Hadi (2001)
mengemukakan beberapa konsep pembangunan berkelanjutan yang diterapkan negara
berkembang yaitu:
1. Pembangunan berkelanjutan menghendaki penerapan perencanaan tata
ruang Pembangunan sumber daya alam harus memperhatikan daya dukung lingkungan.
Segala kegiatan yang memanfaatkan sumber daya alam harus memperhatikan
kapasitas lingkungan.
2. Perencanaan pembangunan menghendaki adanya standar lingkungan Hal
tersebut dimaksudkan agar kualitas lingkungan dapat terjaga, misal : adanya
standar baku mutu air limbah, baku mutu udara dan sebagainya
3. Penerapan AMDAL pada setiap kegiatan Setiap rencana usaha dan atau
kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus
dilengkapi dengan Amdal atau UKL UPL.
Setelah dampak penting
tersebut diidentifikasi, dipekirakan dan dievaluasi maka langkah selanjutnya
dalah bagaiman dampak tersebut dikelola. Pengelolaan tersebut tertuang dalam
RKL RPL.
4. Rehabilitasi kerusakan lingkungan didaerah kritis, missal sungai
sebagai tempat pembuangan. Langkah yang diambil adalah dengan adanya
programkali bersih atau terkenal dengan sebutan prokasih.
5. Usaha memasukkan pertimbangan lingkungan kedalam perhitungan
ekonomi sebagai dasar untuk kebijakan ekonomi lingkungan.
Sony Keraf (2002)
menjelaskan konsep pembangunan berkelanjutan dimaksudkan untuk mensinkronkan
dan memberi bobot yang sama bagi 3 aspek utama pembangunan yaitu aspek ekonomi,
aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. Gagasan tersebut mengandung
maksud bahwa pembangunan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup harus
terkait satu sama lain, sehingga unsur dari kesatuan yang saling terkait ini
tidak boleh dipisahkan dan dipertentangkan satu sama lain. Sejalan dengan hal
tersebut, konsep yang mengkaitkan antara kepentingan ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan hidup sering menjadi bahan pembicaraan bersama, yang dikenal dengan
istilah corporate social responsibility (CSR). Sejak awal tahun 2000, banyak
perusahaan swasta yang mengembangkan program CSR tersebut. CSR merupakan
integrasi antara bisnis dan nilai – nilai dimana kepentingan stake holder ,
customer, pegawai, investor dan lingkungan tercermin dalam kebijakan dan
tindakan perusahaan.
Beberapa hal yang
berkaitan dengan CSR, yaitu bahwa CSR merupakan tindakan sukarela yang
bertujuan mendekatkan perusahaan dengan persoalan nyata di masyarakat sehingga
dapat ditawarkan solusi yang harus dilakukan perusahaan.
Adapun bentuk-
bentuk CSR antara lain pengelolaan lingkungan kerja secara baik, membentuk
kemitraan perusahaan bersangkutan dengan masyarakat lokal melalui berbagai
kegiatan yang bersifat pemberdayaan. Selain itu wujud CSR bisa berbentuk
community development (pemberdayaan masyarakat) dengan mempersiapkan kemampuan
masyarakat lokal setelah perusahaan beroperasi atau membantu peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal. Berkaitan dengan lingkungan, CSR bisa dimulai
dari lingkungan perusahaan itu sendiri yang antara lain mencakup penanganan
limbah, pengelolaan industri yang tidak mencemari lingkungan.
Konsep CSR
(corporate social responsibility) menuntut perusahaan tidak hanya mengembangkan
keuntungan bagi dirinya tetapi juga ikut bertanggung jawab terhadap peningkatan
kualitas dan masyarakat disekitarnya. CSR juga bukan hanya kegiatan amal yang
dilakukan kepada masyarakat sekitar, tetapi lebih pada pengembangan masyarakat.
Suatu perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk keuntungan sebanyak mungkin,
tetapi juga mempunyai etika dalam bertindak menggunakan sumberdaya manusia dan
lingkungan guna turut mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Menurut Ashoke K
Roy (2006), CSR mencakup 2 konsep utama yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan yaitu accountabilitas dan transparacy. Stakeholder diharapkan
tidak hanya memikirkan keuangan, tetapi pelaksanaan yang baik ditunjukkan
dengan pehatian pada isu hak asasi manusia, etika bisnis, kebijakan lingkungan,
kontribusi perusahaan, pengembangan masyarakat dan masalah pada tempat kerja.
Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan dan tindakan mengenai dampak yang akan
diterima masyarakat, pekerja dan lingkungan secara trasparan.
B. Kebijakan Terkait
Dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang jenis usaha dan atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan AMDAL, ada berbagai sektor atau bidang yang wajib
menyusun dokumen AMDAL, sedangkan untuk sektor yang tidak masuk dalam peraturan
tersebut cukup menyusum dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan upaya
pemantauan lingkungan (UKL UPL). Berbagai bidang usaha dan atau kegiatan yang
termasuk didalamnya adalah :
1. Bidang
pertahanan
2. Bidang
pertanian
3. Bidang
Perikanan
4. Bidang
kehutanan
5. Bidang
perhubungan
6. Bidang
teknologi satelit
7. Bidang
perindustrian
8. Bidang
pekerjaan umum
9. Bidang
sumber daya energi dan mineral
10. Minyak
dan gas bumi
11. Listrik
dan pemanfaatan energi
12. Bidang
pariwisata
13. Bidang
pengembangan nuklir
14. Bidang
pengelolaan kimbah B3
15. Bidang
rekayasa genetika
Bidang industri adalah salah satu
bidang kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang berupa
pencemaran air, udara, tanah, gangguan kebisingan maupun bau. Hal tersebut
disebabkan karena kegiatan proses produksi atau penggunaan lahan yang cukup
luas.
Beberapa jenis industri sesuai dengan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 yang termasuk
harus menyusun AMDAL adalah sebagai berikut :
1. Industri
semen ( yang dibuat melalui sistem klinker )
2. Industri
pulp atau industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp, kecuali pulp dari kertas bekas dan
pulp untuk kertas budaya
3. Industri
petrokimia hulu
4. Kawasan
industri ( termasuk komplek industri yang terintegrasi )
5. Industri
galangan kapal dengan sistem gravung dock
6. Industri
amunisi dan bahan peledak
7. Kegiatan
industri yang tidak termasuk angka 1-6 dengan penggunaan areal
a. Urban
- Metropolitan, luas > 5 ha
- Kota besar, luas >10 ha
- Kota sedang, luas > 15 ha
- Kota kecil, luas >20 ha.
b. Rural, luas > 30 ha.
Sedangkan untuk industri yang
tidak wajib menyusun AMDAL, tetap mempunyi kewajiban melakukan kajian dan
pengelolaan lingkungan seperti tercantum dalam pasal 3 ayat 4, Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, bagi rencana usaha dan atau
kegiatan diluar usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib menyusun dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantuan
lingkungan hidup (UKL UPL) sebagai acuan dalam pengelolaan lingkungan.
Sebagaimana disebutkan dalam
pasal 1 ayat 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002,
tentang pedoman pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan
lingkungan bahwa upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantaun
lingkungan (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup oleh penanggungjawab usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib
melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
BAB III
KASUS YANG TERJADI DAN
PEMBAHASAN
A. Data Konkrit dan Sumbernya
PT DJARUM UNIT PRIMARY PROCESS
PT Djarum unit Primary Process
terletak di desa Bakalan Krapyak, kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus. Adapun
batas lokasi PT Djarum unit Primary Process adalah sebagai berikut :
Sebelah utara : Desa Gribig dan Desa
Klumpit, Kecamatan Gebog
Sebelah barat : Desa Garung Lor,
Kecamatan Kaliwungu
Sebelah selatan : Desa Prambatan
Kidul, Kecamatan Kaliwungu
Sebelah timur : Desa Krandon,
Kecamatan Gebog
Luas lahan yang digunakan untuk
kegiatan industri adalah 86.085 m2 dengan perbandingan lahan tertutup dan lahan
terbuka adalah 69,40 % : 30,60 % yaitu lahan tertutup seluas 59,740 m2 dan
lahan tertutup seluas 26,345 m2. Jumlah tenaga kerja sebanyak 2.294 orang
terdiri dari perempuan 1.392 orang dan lakilaki sebanyak 630 orang. Jenis
produksi yang dihasilkan adalah sigaret kretek. Kapasitas produksi sigaret
kretek tangan 15.593.000.000 batang/tahun dan sigaret kretek mesin 22.745.000.000
batang/tahun. Adapun bahan baku yang digunakan adalah tembakau (rajang dan
strip), cengkeh dan saos. Agar material bahan tembakau dan cengkeh sesuai
dengan spesifikasi yang ditentukan saat dirajang dan diproses selanjutnya, maka
kedua bahan tersebut dilembabkan dengan cara disemprot uap air sehingga kadar
ainya naik, dimana pada akhir proses dikeringkan lagi dengan menggunakan mesin
dryer. Proses selanjutnya adalah pencampuran seluruh material tembakau dan
cengkeh sesuai komposisi menjadi master tobacco and clove dan siap untuk
diblending dengan saus menjadi tembakau finished blend sebagai bahan baku
rokok. Saus adalah bahan pemberi rasa dan aroma yang ditambahkan agar campuran
tembakau mempunyai karakter sesuai desain aroma dan rasa yang telah ditentukan.
Dalam kegiatan proses produksi
tersebut akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Adapun upaya pengelolaan
yang dilakukan adalah
1. Komponen
geologi fisika kimia
a. Pengelolaan dampak pada kualitas udara , debu dan bau Limbah gas
berasal dari gas buang dari boiler, genset, kendaraan angkutan, debu dari
kegiatan proses. Upaya pengelolaan yang dilakukan adalah dengan cara pemilihan
peralatan yang hemat energi, kinerja pembakaran yang optimal serta pemeliharaan
alat secara berkala. Limbah yang berupa debu berasal dari aktivitas penyiapan
bahan baku, proses pemotongan/rajang, pencampuran/blending. Pengelolaan yang
dilakukan dengan meminimasi timbulan debu dengan sistem sedot / isap debu (dust
collector) sebagai pengganti sistem penyemprotan dengan udara tekan. Untuk limbah
gas dari hasil pembakaran, pengelolaan yang dilakukan meliputi pemilihan
peralatan berdasarkan jenis bahan bakar, penghematan bahan bakar, perawatan
berkala, pemasangan cerobong yang tinggi, penghijauan disekitar sumber emisi. Untuk
bau berasal dari proses penambahan aroma, pengolahan tembakau dan cengkeh serta
pengoperasian Ipal. Upaya pengelolaan yang dilakukan dengan cara penanaman
pohon penghijauan, penerapan SOP dan perawatan peralatan.
b. Pengelolaan dampak pada kebisingan
Kebisingan berasal dari
suara mesin genset. Upaya pengelolaan yang dilakukan adalah :
- pemilihan peralatan yang cenderung lebih
tenang
- perawatan berkala terhadap mesin-mesin
- mengisolasi sumber suara bising sehingga
tidak keluar
- karyawan memakai alat pelindung diri
- melakukan penghijauan
c. Pengelolaan dampak pada kualitas air
Sumber berasal dari
kegiatan operasional unit Primary Prosess, yaitu proses produksi dan kegiatan
domestik. Upaya pengelolaan yang dilakukan adalah internal proses dengan
menerapkan produksi bersih dan eksternal proses dengan optimalisasi
pengoperasian Ipal. Pemantuan dilakukan dengan pengambilan sampel di outlet
limbah cair setiap bulan, badan air penerima, air sumur penduduk sekitar untuk
dianalisa dilaboratorium setiap 3 bulan sekali.
d. Pengelolaan dampak terhadap limbah padat
Sumber limbah padat
berasal dari pengolahan tembakau, cengkeh, Ipal dan kegiatan domestik. Upaya
pengelolaan yang dilakukan adalah recycle dan reuse oleh pihak ketiga,
pembuangan sampah domestik ke TPA. Pemantauan yang dilakukan dengan observasi
dan pengamatan secara langsung dilapangan, terus dianalisis, setiap 6 bulan
sekali.
e. Pengelolaan dampak pada gangguan lalu lintas
Gangguan lalu lintas
berasal dari lalu lintas kendaraan angkut orang dan barang. Adapun upaya
pengelolaan yang dilakukan dengan pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan
pengaturan pergerakan kendaraan dijalan sekitar lokasi. Pemantaun dengan
mengamati gangguan kepadatan lalu lintas setiap saat dan dilakukan evaluasi
setiap 6 bulan sekali.
2. Komponen
biologi
Pada komponen biologi
tidak terpengaruh secara langsung dan merupakan dampak lanjut dari penurunan
kualitas air yang bersumber dari pembuangan limbah cair proses produksi.
Limbah cair ini akan menurunkan
kualitas air dibadan air penerima yang merupakan tempat kehidupan planton,
bentos, nekton sehingga kehidupannya akan terganggu. Upaya pengelolaan yang dilakukan
secara internal proces dengan menerapkan produksi bersih dan eksternal proces
dengan optimalisasi pengoperasian Ipal. Untuk biota air planton dan bentos
dengan analisis laboratorium, sedangkan nekton dengan observasi langsung.
Pemantauan setiap 6 bulan sekali.
3. Komponen
sosial ekonomi budaya kesehatan masyarakat
a. Pengelolaan dampak pada kesempatan kerja dan peningkatan
pendapatan
Kesempatan kerja
bearasal dari kegiatan operasional unit primary process. Upaya pengelolaan yang
dilakukan adalah memprioritaskan tenaga kerja lokal/ masyarakat sekitar lokasi
sesuai kebutuhan, pembinaan dan penataan
PKL/ warung disekitar lokasi bekerjasama dengan desa, membuka kesempatan
membuka titipan sepeda. Pemantauan dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan cara
pengamatan langsung dilapangan.
b. Pengelolaan dampak pada kenyamanan hidup
Kenyamanan lingkungan
sekitar dipengaruhi oleh kegiatan operasional unit primary process, adapun
upaya pengelolaan yang dilakukan adalah melaksanakan kegiatan sesuai SOP,
optimalisasi operasional Ipal untuk mengantisipasi penurunan kualitas air,
minimasi dampak penyebaran bau akibat kegiatan operasional. Pemantauan
dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan pengamatan langsung.
c. Pengelolaan dampak persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat
dipengaruhi oleh kegiatan operasional pabrik. Upaya pengelolan yang dilakukan
sehubungan dngan persepsi masyarakat adalah memberi penjelasan pada masyarakat
tentang kegiatan unit primary process yang berkaitan dengan manfaat yang
didapat masyarakat, memberi penjelasan pada masyarakat tentang mekanisme
pengaduan apabila terjadi gangguan pada masyarakat, melakukan SOP, optimalisasi
kinerja Ipal, peningkatan bina lingkungan. Pemantauan dilakukan setiap 6 bulan
sekali dengan cara pengamatan langsung dilapangan
d. Pengelolaan dampak kesehatan masyarakat
Kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh operasional kegiatan unit primary process. Upaya pengelolaan
yang dilakukan adalah pengelolaan lingkungan diinternal perusahaan, pengelolan
dampak terhadap lingkungan sekitar, peningkatan bina lingkungan, melakukan
pemeriksaan dan pengobatan dengan segera jika terjadi kecelakaan. Pemantauan
dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan cara pengamatan langsung dilapangan.
B. Pembahasan
* PENGERTIAN
TENTANG AMDAL DAN UKL UPL
Dalam peraturan
pemerintah nomor 27 tahun1999 tentang AMDAL pasal 1 ada beberapa pengertian
yang harus dipahami adalah sebagai berikut:
a. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan atau kegiatan yang diakibatkan oleh suatu rencana dan atau kegiatan.
b. Dampak besar dan penting yang dimaksud adalah perubahan lingkungan
hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan.
Pedoman mengenai ukuran
dampak besar dan penting sesuai dengan Keputusan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Nomor 56 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Dampak Penting adalah
sebagai berikut:
1. Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang
terkena dampak menjadi penting bila manusia di wilayah studi ANDAL yang terkena
dampak lingkungan tetapi tidak menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan,
jumlahnya sama atau lebih besar dari jumlah manusia yang menikmati manfaat dari
usaha atau kegiatan di wilayah tersebut.
2. Luas wilayah persebaran dampak
Suatu rencana usaha atau
kegiatan bersifat penting bila mengakibatkanadanya wilayah yang mengalami
perubahan mendasar dari segi intensitas dampak, tidak berbaliknya dampak,
kumulatif dampak.
3. Lamanya dampak berlangsung
Dikatakan penting bila
rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan timbulnya perubahan mendasar dari
segi intensitas dampak atau tidak berbaliknya dampak, atau segi kumulatif
dampak yang berlangsung hanya pada satu atau lebih tahapan kegiatan.
4. Intensitas dampak
Perubahan lingkungan
yang timbul bersifat hebat, atau drastic, berlangsung diarea yang relative
luas, dalam kurun waktu yang relative singkat.
5. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
Rencana usaha atua
kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan lainnya yang jumlah
komponennya lebih atau sama dengan dengan komponen lingkungan yang terkena
dampak primer.
6. Sifat komulatif dampak
Komulatif mengandung
pengertian bersifat bertambah, bertumpuk atau bertimbun. Dampak suatu usaha
atau kegiatan dikatakan bersifat kumulatif bila pada awalnya dampak tersebut
tidak tampak atau tidak dianggap penting., tetapi karena aktivitas tersebut
bekerja berulang kali atau terus menerus, maka lama kelamaan dampaknya bersifat
kumulatif.
7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Perubahan yang akan
dialami oleh suatu komponen lingkungan tidak dapat dipulihkan kembali walaupun
dengan intervensi manusia.
* PROSEDUR
PENYUSUNAN AMDAL DAN UKL UPL
Studi kelayakan
lingkungan diperlukan bagi kegiatan usaha yang akan mulai melaksanakan
pembangunan, sehingga dapat diketahui dampak yang akan timbul dan bagaimana
cara pengelolaanya. Pembangunan disini bukan hanya pembangunan fisik tetapi
mulai dari perencanaan, proses pembangunan sampai pembangunan tersebut berhenti
dan kegiatan operasional berjalan. Jadi AMDAL lebih ditekankan pada akibat dari
aktifitas dari suatu kegiatan. Kajian kelayakan lingkungan adalah salah satu
syarat untuk mendapatkan perijinan yang diperlukan bagi suatu kegiatan/usaha,
seharusnya dilaksanakan secara bersama-sama dengan kelayakan teknis dan
ekonomi. Dengan demikian ketiga kajian kelayakan tersebut dapat sama-sama
memberikan masukan sehingga dapat dilakukan optimasi untuk mendapatkan keadaan
yang optimum bagi proyek tersebut, terutama dampak lingkungan dapat
dikendalikan melalui pendekatan teknis atau dapat disebut sebagai penekanan
dampak negatif dengan engineering approach, pendekatan ini biasanya akan
menghasilkan biaya pengelolaan dampak yang murah.
![]() |
|||
![]() |

(gambar pengendalian
dampak lingkungan dengan pendekatan teknis)
Kenyataan yang biasanya
terjadi adalah bahwa studi kelayakan lingkungan tidak dapat mempengaruhi atau menghasilkan
penyesuaian didalam studi kelayakan teknis maupun ekonomis. Keadaan ini dapat
dikatakan usaha pengendalian dampaknya disebut sebagai pendekatan limbah atau
waste approach dan biasanya akan tidak mudah dan mahal.

|
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
|
|
|


( gambar pengendalian
dampak lingkungan dengan pendekatan limbah )
Secara umum proses
penyusunan kelayakan lingkungan dimulai dariproses penapisan untuk menentukan studi yang akan
dilaksanakan menurut jenis kegiatannya, menyusun AMDAL atau UKL UPL. Proses
penapisan ini mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11
Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
AMDAL. Jika usaha dan atau kegiatan tersebut tidak termasuk dalam daftar wajib
AMDAL maka harus menyusun dokumen UKL UPL.
Bila kegiatan termasuk
wajib AMDAL , maka ada beberapa prosedur penyusunan AMDAL yaitu :
1. Kerangka acuan ANDAL (KA ANDAL)
KA ANDAL merupakan ruang
lingkup studi ANDAL yang disepakati
antara
semua pihak terkait yaitu pemrakarsa, penyusun AMDAL, masyarakat maupun
instansi pemerintah yang bertanggung jawab mengenai kegiatan tersebut. KA ANDAL
ini menjadi pegangan bagi semua pihak, baik
dalam penyusunan ANDAL maupun evaluasi dokumen studi tersebut. KA ANDAL
merupakan hasil akhir dari proses pelingkupan yang memuat berbagai kegiatan
penting dari suatu rencana usaha atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan, berbagai parameter yang akan terkena
dampak tersebut, lingkup wilayah studi maupun lingkup waktu.
2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Dalam proses penyusunan
ANDAL langkah-langkah penting yang harus dilaksanakan oleh penyusun AMDAL yaitu
:
a. Pengumpulan data dan informasi tentang
rencana kegiatan dan rona lingkungan awal. Data ini harus sesuai dengan yang
tercantum dalam KA ANDAL.
b. Proyeksi perubahan rona lingkungan awal
sebagai akibat adanya rencana kegiatan. Seperti diketahui, bahwa kondisi atau
kualitas lingkungan tanpa adanya proyek akan mengalami perubahan menurut waktu
dan ruang. Demikian juga kondisi atau kualitas lingkungan tersebut akan
mengalami perubahan yang lebih besar dengan adanya aktivitas suatu kegiatan menurut
ruang dan waktu. Perbedaan besarnya perubahan antara “dengan proyek” dan “tanpa
proyek” inilah yang disebut dampak lingkungan.
c. Penentuan dampak penting terhadap lingkungan
akibat rencana kegiatan. Berdasarkan hasil perkiraan dampak yang dilakukan dari
dampak ke dua tersebut diatas, dapat diketahui berbagai dampak penting yang
perlu dievaluasi
d. Evaluasi dampak penting terhadap ingkungan.
Dampak penting dievaluasi dari segi sebab akibat dampak tersebut terjadi, ciri
dan karakteristik dampaknya, maupun pola dan luas persebaran dampak. Hasil
evaluasi ini yang menjadi dasar penentuan langkah-langkah pengelolaan dan pemantauan
lingkungan nantinya.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Pengelolaan
lingkungan meliputi upaya pencegahan, pengendalian, penanggulangan dan
pemulihan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan.
Menurut Soeryo Adiwibowo
(2000), prinsip - prinsip pokok pengelolaan lingkungan yaitu :
a. Upaya pencegahan dampak penting yang sekaligus meningkatkan
efisiensi usaha dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan harus merupakan
prioritas utama.
b. Upaya pengelolaan lingkungan harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem manajemen organisasi keseluruhan dan harus terus menerus
diintegrasikan ke dalam proses produksi, produk maupun jasa.
c. Upaya pengelolaan lingkungan harus merupakan tanggung jawab seluruh
manajemen dan karyawan organisasi sesuai tugas dan fungsi masingmasing
d. Upaya pengelolaan ligkungan harus membuka ruang yang cukup bagi masyarakat
sekitar untuk terlibat dalam pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan
dengan melibatkan masyarakat harus berorientasi pada pengelolaan lingkungan
sekaligus kebutuhan masyarakat serta dalam merencanakan, melaksanakan,
mengawasi dan mengevaluasi program yang akan dilaksanakan bersama-sama dengan
masyarakat.
4. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pemantauan lingkungan merupakan
upaya sistematis dan terencana untuk memperoleh data kondisi lingkungan hidup
secara periodik diruang tertentu berikut perubahannya menurut waktu. Dokumen
ini memuat rencana pemantauan terhadap berbagai komponen lingkungan hidup yang
sumber dampaknya telah dikelola.
Menurut Soeryo Adiwibowo
(2000), pemantauan lingkungan harus didesain sedemikian rupa agar memberikan
masukan atau informasi periodik mengenai hal-hal berikut:
a. Efektivitas upaya pencegahan dampak penting
negatif
b. Perubahan efeisiensi usaha
c. Antisipasi sejak dini resiko lingkungan yang
akan timbul
d. Efektivitas sistem manajemen yang dibangun
e. Mutu lingkungan
Kerangka Acuan Analisis Dampak
Lingkungan yang diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab mengendalikan
dampak lingkungan untuk mendapat persetujuan, selanjutnya kerangka acuan ini
menjadi dasar penyusunan ANDAL dan RKL RPL yang kemudian dipresentasikan di
Komisi AMDAL. Hasil penilaian Komisi terhadap dokumen ada tiga kemungkinan :
1. Hasil
penilaian bahwa dokumen tidak lengkap sehingga harus diperbaiki
2. Hasil
penilaian bahwa dokumen ditolak karena tidak ada teknologi untuk
pengelolaan lingkungannya
3. Hasil
dokumen disetujui yang berarti kegiatan dapat dilaksanakan.
Setelah itu dilakukan
penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kemudian dipresentasikan lagi dihadapan tim
komisi penilai Amdal. Setelah disetujui maka dikeluarkan SK kelayakan
lingkungan bagi usaha atau kegiatan tersebut dan kegiatan pembangunan maupun
konstruksi dapat dimulai.
Kegiatan yang tidak menimbulkan
dampak besar dan penting diwajibkan menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan (UKL UPL), prosedur penyusunannya yaitu pemrakarsa melakukan studi
kelayakan lingkungan sesuai dengan format yang berlaku selanjutnya
dikonsultasikan dan diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab
mengendalikan dampak lingkungan untuk mendapat persetujuan. Untuk Kabupaten
Kudus UKL UPL akan dipresentasikan dihadapan tim pengarah sebagai Dinas /
Instansi Pembina untuk mendapatkan arahan dan masukan sebelum adanya
persetujuan dari Dinas Lingkungan Hidup Pertambangan dan Energi Kabupaten
Kudus. Proses penyusunan dokumen UKL dan UPL lebih sederhana dibandingkan dengan
penyusunan AMDAL, karena cakupan kegiatan baik dampak, luasan yang lebih kecil
dibandingkan dengan kegiatan yang wajib AMDAL. Untuk lebih jelasnya pada
lampiran dibelakang disertakan gambar prosedur penilaian dokumen AMDAL atau UKL
UPL yang ada di Kabupaten Kudus.
* KETERLIBATAN
MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN AMDAL DAN UKL UPL
Keterlibatan masyarakat
dalam proses AMDAL adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan tentang AMDAL. Dalam proses ini masyarakat menyampaikan aspirasi,
kebutuhan dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat, serta usulan penyelesaian
masalah dari masyarakat yang berkepentingan dengan tujuan memperoleh keputusan
yang terbaik. Tata cara keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL ada 4
tahapan yaitu:
a. Tahap persiapan penyusunan AMDAL
Pada tahap persiapan,
pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya secara jelas dan lengkap. Pada
pengumuman tersebut warga masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan
saran, pendapat dan tanggapan sampai batas waktu yang telah ditentukan yaitu 30
(tiga puluh hari) sejak pengumuman dilaksanakan.
b. Tahap penyusunan KA ANDAL
Pada saat penyusunan KA
ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi
kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi
kepada warga masyarakat wajib digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
pelingkupan. Pemrakarsa harus mendokumentasikan semua berkas yang berkaitan
dengan pelaksanaan konsultasi dan membuat rangkuman hasilnya untuk diserahkan
kepada komisi penilai AMDAL sebagai lampiran dokumen KA ANDAL.
c. Tahap penilaian KA ANDAL
Pada tahap penilaian KA
ANDAL warga masyarakat yang terkena dampak berhak duduk sebagai komisi penilai
AMDAL melalui wakil masyarakat yang telah ditentukan.
Warga masyarakat dapat
menyampaikan saran pendapat, tanggapan sesuai dengan ketentuan dalam
persidangan.
d. Tahap
penilaian ANDAL, RKL RPL
Pada tahap penilaian ANDAL, RKL
RPL warga masyarakat yang terkena dampak berhak duduk sebagai komisi penilai
AMDAL melalui wakil masyarakat yang telah ditentukan. Warga masyarakat dapat menyampaikan
saran pendapat, tanggapan sesuai denga ketentuan dalam persidangan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pelaksanaan pengelolaaaan dan
pemantauan lingkungan yang dilakukan pada masing-masing kegiatan masih pada
tahap pengelolaan limbah yang dihasilkan belum mengarah pada kesadaran untuk
melestarikan lingkungan.
Pelaku kegiatan usaha masih
menganggap bahwa kewajiban untuk mengimplementasikan pengelolaan dan pemantauan
ligkungan masih merupakan beban yang memberatkan dari segi biaya, dan pihak
pengusaha belum merasakan keuntungan secara langsung dari kegiatan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan yang telah dilakukan.
Keterlibatan
dan kepedulian masyarakat di sekitar lokasi kegiatan terhadap pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilakukan relatif masih rendah,
masyarakat masih berangggapan bahwa kegiatan usaha yang banyak memberikan
bantuan dan menyerap banyak tenaga kerja lokal merupakan kegiatan usaha yang
telah peduli terhadap lingkungan . Masyarakat tidak mempermasalahkan apakah
industri tersebut mencemari lingkungan atau tidak. Sebagian masyarakat yang
berkeinginan terlibat dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan tidak
mempunyai akses untuk dapat terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan.
B. Saran
Dalam
pelaksanaan pemantauan lingkungan perlu dilakukan secara aktif terprogram serta
kontinu dan koordinasi dari Dinas Lingkungan Hidup maupun Dinas/Instansi
terkait sehingga dapat digunakan sebagai pedoman oleh pelaku kegiatan untuk
mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Perlu adanya sosialisasi,
keterlibatan dan keterbukaan informasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan
kepada masyarakat sekitar sehingga masyarakat mengetahui akan kemungkinan
adanya dampak yang akan terjadi dan pengelolaan yang dilakukan oleh suatu
usaha.
Perlu sosialisasi dari Dinas
Lingkungan Hidup tentang kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang
harus dilakukan oleh industri secara terus.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo,
Suryo, 2004, Gagasan Penguatan AMDAL Sebagai Instrumen Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dipresentasikan pada pertemuan PPLH seJawa, Yogyakarta.
Anonimous,
2002, Rencana Strategis Pemerintah Kabupaten Kudus tahun
2003- 2008, bagian Hukum setda kabupaten Kudus.
Anonimous,
2008, Laporan Pemantauan Kualitas Air Kabupaten Kudus tahun
2007, Dinas Lingkungan
Hidup Pertambangan dan Energi kabupaten
Kudus.
Arikunto,
Suharsiwi, 2002, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta,
Yogyakarta.
Fandeli,
Chafid, 2000, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan
Pemapanannya Dalam
Pembangunan, Liberty, Yogyakarta.
Gunarwan
Suratmo, 2002, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta
Hadi,
Sudharto P, 1995, Dimensi Sosial dan Lingkungan, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta
Hadi,
Sudharto P, 2002, Dimensi Hukum Pembangunan Berkelanjutan, Badan
Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang
Hadi,
Sudharto P, 2005, Aspek Sosial AMDAL, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Hadi,
Sudharto P, 2005, Bahan Kuliah Metodologi Penelitian Sosial Kuantitatif,
Kualitatif an Kaji
Tindak, Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP
Hadi,
Sudharto P dan Samekto Adji, 2007, Dimensi Lingkungan Dalam Bisnis,
Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, semarang
Handoko.
T. Hani. 2000. Organisasi Perusahaan, Teori, Struktur dan Perilaku.
BPFE. Yogyakarta.
Hardjosoemantri,
2005, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarata
Hidayat
Arif dan Samekto Adji, 2007, Penegakan Hukum Lingkungan Diera
Otonomi Daerah, Badan
penerbit UNDIP.
Keraf,
Sonny A, 2002, Etika Lingkungan, penerbit buku kompas, Jakarta.
, 2007, Pelaksanaan
Perijinan dan kedudukan Amdal / UKL UPL
Untuk Kegiatan PMA /
PMDN Dipropinsi Jawa Tengah.
Keputusan
Bupati Kudus Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pedoman Tata Kerja
Komisi
AMDAL
0 komentar:
Posting Komentar